Hukum Perdata
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan di dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas
meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan
dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang
memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam
masyarakat dan kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti
bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat
tertentu
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata
Formil yang sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur
bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Kondisi Hukum Perdata di Indonesia dapat dikatakan bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2
faktor yaitu:
1.
Faktor
Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum
Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai
suku bangsa.
2.
Faktor
Hostia Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada
pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
a) Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b) Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan
yang dipersamakan.
c) Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan
yaitu:
a.
Bagi golongan Eropa dan yang
dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan
dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas
konkordansi.
b.
Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia
Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak
dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat
tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c.
Bagi golongan timur asing (bangsa
Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan
Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan
diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa
macam tindakan hukum tertentu saja.
Sejarah hukum
perdata belanda berasal dari hukum perdata perancis
yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum romawi
Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling
sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi
yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun
sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813) Pada Tahun 1814 Belanda mulai
menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut
ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1.
Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW
[atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
2.
Wetboek van Koophandel disingkat WvK
[atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
terdapat beberapa aturan - aturan (undang-undang) yang disatukan dalam satu Wetboek atau Kitab Hukum, diantaranya : Setelah negeri Belanda lepas dari kekuasaan Perancis, ternyata pemerintah Belanda sendiri, seperti halnya Bangsa Indonesia sesudah proklamasi, tidak begitu saja bisa cepat - cepat mengganti perundang-undangan peninggalan Perancis itu dan bahkan pemerintah Belanda lebih cenderung untuk tetap mempertahankan Undang - undang itu dengan menyesuaikan saja di sana - sini dengan kepentingan negeri Belanda. Oleh sebab itu dapat diambil kesimpulan bahwa pada waktu itu belum ada peraturan yang berlaku umum untuk seluruh wilayah, sehingga akibatnya kepastian hukum sukar diperoleh. Karena tidak terdapatnya kepastian hukum, maka timbul kemudian keinginan untuk menghimpun berbagai hukum itu ke dalam suatu kodifikasi atau kitab hukum, agar kemudian dapat diperoleh keseragaman dan kepastian hukum.
terdapat beberapa aturan - aturan (undang-undang) yang disatukan dalam satu Wetboek atau Kitab Hukum, diantaranya : Setelah negeri Belanda lepas dari kekuasaan Perancis, ternyata pemerintah Belanda sendiri, seperti halnya Bangsa Indonesia sesudah proklamasi, tidak begitu saja bisa cepat - cepat mengganti perundang-undangan peninggalan Perancis itu dan bahkan pemerintah Belanda lebih cenderung untuk tetap mempertahankan Undang - undang itu dengan menyesuaikan saja di sana - sini dengan kepentingan negeri Belanda. Oleh sebab itu dapat diambil kesimpulan bahwa pada waktu itu belum ada peraturan yang berlaku umum untuk seluruh wilayah, sehingga akibatnya kepastian hukum sukar diperoleh. Karena tidak terdapatnya kepastian hukum, maka timbul kemudian keinginan untuk menghimpun berbagai hukum itu ke dalam suatu kodifikasi atau kitab hukum, agar kemudian dapat diperoleh keseragaman dan kepastian hukum.
Pada 1814, Kemper seorang guru besar di bidang hukum di
negeri Belanda mengusulkan kepada pemerintahnya agar membuat kodifikasi sendiri
yang memuat kumpulan hukum Belanda Kuno, meliputi; hukum Romawi, Hukum Perancis
dan Hukum kanonik (gereja) sehingga ia membuat draft Undang - undang tersebut
yang diberi nama Rancangan 1816. Namun sayang sekali, Rancangan 1816 tersebut
ditolak oleh Parlemen pada 1822.
Tidak lama setelah itu (1822 - 1829), dibentuk komisi baru dengan tujuan yang sama yaitu untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi hukum di negeri Belanda. Berdasarkan Surat Keputusan Raja 1 Februari 1831,
Tidak lama setelah itu (1822 - 1829), dibentuk komisi baru dengan tujuan yang sama yaitu untuk melakukan unifikasi dan kodifikasi hukum di negeri Belanda. Berdasarkan Surat Keputusan Raja 1 Februari 1831,
1.
Wetboek van Koophandel (WvK) atau
Kitab Undang - undang Hukum Dagang.
2.
Burgerlijke Wetboek (BW) atau Kitab
Undang - undang Hukum Perdata
3.
Burgerlijke-Rechtsvorderings (BRv)
atau Kitab Undang - undang Hukum Acara Perdata
4.
Straafvordering (SV) atau Kitab
Undang - undang Hukum Acara Pidana
Dengan adanya Surat Keputusan Raja 10 April 1838, stb. No. 12/1838, diundangkanlah semua wetboek diatas dan dinyatakan berlaku mulai 1 Oktober 1838.
Dengan adanya Surat Keputusan Raja 10 April 1838, stb. No. 12/1838, diundangkanlah semua wetboek diatas dan dinyatakan berlaku mulai 1 Oktober 1838.
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat.
Pendapat pertama yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:
Buku 1 : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri
seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku 11 : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum
kebendaan dan hukum waris.
Buku 111 : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak
dan kewajiban timbal balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
Buku 1V : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur
tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya
daluarsa.
Pendapat
yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum rentang diri seseorang
(pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur
tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak
sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2.
Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan yaitu Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami denagn istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian
dan curatele.
3.
Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai
dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku
terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang
hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya dinamakan
hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda
yang dapat terlihat.
a)
Hak seorang pelukis atas karya
lukisannya
b)
Hak seorang pedagang untuk memakai
sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
4.
Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika ia meningal. Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
0 comments:
Post a Comment