Hukum Perjanjian
Hukum Perjanjian
A. Standart Kontrak
I.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan
berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena
kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan. Suatu
kontrak harus berisi :
1.
Nama dan tanda tangan pihak-pihak
yang membuat kontrak.
2.
Subjek dan jangka waktu kontrak
3.
Lingkup kontrak
4.
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.
Kewajiban dan tanggung jawab
II.
Menurut Mariam Darus, standar
kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya
kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk
para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
B. Macam-Macam Perjanjian
1.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan
perjanjian dengan beban
2.
Perjanjian sepihak dan perjanjian
timbal balik
3.
Perjanjian konsensuil, formal dan,
riil
4.
Perjanjian bernama, tidak bernama
dan, campuran
C. Syarat Syahnya Perjanjian
Suatu
kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada
empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan
mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia
secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada
walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada
dibawah pengampunan.
3.
Mengenai suatu hal tertentu, Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.
Suatu sebab yang halal, Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
D. Saat Lahirnya Perjanjian, Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan
negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang
baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian
untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi
perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan
suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan. Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan.
3.
Suatu pokok persoalan tertentu.
4.
Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif,
sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak
terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka
kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur
ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka
kontrak tersebut adalah batal demi hukum.Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak
yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat
tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya
kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat
itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan
membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,
karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik
kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah
penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu
perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian
tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko
dalam suatu peijanjian jual beli.
E.
Pembatalan dan Pelaksanaan
Perjanjian
-
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat
(3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian,
artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan
perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur
atau dibatalkan secara sepihak saja.
-
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan
oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum.
Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.
Adanya suatu pelanggaran dan
pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau
tidak dapat diperbaiki.
2.
Pihak pertama melihat adanya
kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
3.
Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
4.
Terlibat Hukum
5.
Tidak lagi memiliki lisensi,
kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
0 comments:
Post a Comment